Sertifikat Besut Kode SMA dan Cerita di Balik Desainnya (Bag II Habis)

Oleh: Siska Doviana
5 Jan 2017


Setelah sebelumnya kita membahas mengenai sertifikat Project Euler Besut Kode maka kali ini kita akan membahas mengenai sertifikat Besut Kode dan cerita dibalik desainnya.

Sertifikat Besut Kode SMA

  1. Nomor sertifikat adalah nomor yang dirujuk apabila ada yang bertanya kepada Wikimedia Indonesia mengenai sertifikat. Seluruh sertifikat yang dikeluarkan oleh Wikimedia Indonesia bisa divalidasi oleh Wikimedia Indonesia untuk menghindari munculnya sertifikat “palsu”.
  2. Nama asli adalah nama penerima sertifikat sesuai dengan akta kelahiran ataupun identitas yang disediakan
  3. Nama akun GitHub adalah nama alias pengguna, nama kedua ini dalam bidang teknologi cukup umum dilakukan dimana kontribusi biasanya menggunakan nama alias dan hanya bisa di runut dalam nama aliasnya.
  4. Pencapaian peserta adalah hal-hal yang berhasil dilakukan oleh peserta saat diuji dalam kompetisi.

Seperti sertifikat sebelumnya, sertifikat Besut Kode SMA didesain oleh Dwi Satria Utama dan dicetak pada kedua sisinya.

Sisi pertama adalah sisi bahasa Indonesia, dan sisi kedua adalah sisi bahasa Inggris. Sertifikat dwibahasa bertujuan agar sertifikat ini mumpuni dijadikan rujukan di tingkat nasional ataupun internasional.

Sertifikat Besut Kode SMA

Lalu deskripsi apa yang dicantumkan pada sertifikat besut kode SMA dan apa maksudnya?

Atas kemampuannya melaporkan bug dengan pendeskripsian rinci, menyelesaikan masalah bug, memeriksa, dan meningkatkan kualitas kode.

Menurut John Vandenberg (mentor besut kode), bug atau masalah dalam kode, membutuhkan keahlian untuk dijabarkan.

Semua orang bisa menemukan bug saat menggunakan sebuah perangkat dan menyadari ada bagian-bagian yang tidak bekerja, atau tidak sempurna. Namun untuk dapat membetulkan sebuah bug, maka seseorang harus dapat menjabarkannya dengan baik.

Hal ini dikarenakan setiap orang menggunakan perangkat dengan cara yang berbeda-beda, contohnya satu orang menggunakan komputer dengan sistem operasi windows dan penjelajah firefox, orang lain lagi menggunakan komputer dengan sistem operasi ubuntu dan penjelajah chrome, misalnya. Penjabaran masalah yang baik akan memungkinkan masalah ini dipisahkan (isolir) dari kode lain, sehingga dapat diselesaikan.

Kemampuan untuk mendeskripsikan bug dengan baik sehingga langsung dimengerti sudah dekat dengan menyelesaikan masalah tersebut. Hal selanjutnya adalah memeriksa dan meningkatkan kualitas kode, hal hal yang terderngar sederhana ini vital dikuasai seorang pengembang perangkat lunak. Untuk tingkat SMA hal ini butuh kesabaran, karena diskusi mengenai penyelesaian bug dapat berlangsung hingga bulanan.

Mentoring session

Peserta besut kode juga diajarkan menggunakan perangkat atau alat (tool) untuk menemukan bug. Tool/ alat kemudian akan “memuntahkan” ratusan baris kode dan menginformasikan pada pemrogram hal hal yang harus dibetulkan.

Banyak peserta pada awal pelatihan bahkan tidak bisa memahami apa yang alat penemu bug “katakan”, mereka kemudian belajar menganalisa, memecah belah pekerjaan mulai dari yang paling penting dan apakah yang paling penting dikerjakan mudah atau sulit, kemudian mereke memutuskan kombinasi diantaranya (sulit namun tidak penting atau mudah dan tidak penting, misalnya).

Masalah yang tidak penting dan mudah untuk diselesaikan ditujukan untuk programer pemula, karena untuk menyelesaikannya tidak ada tekanan mendesak. Sehingga programmer pemula bisa mencoba menyelesaikannya dan mungkin gagal, gagal lagi, dan ketika akhirnya berhasil mereka akan belajar dalam prosesnya. Hal ini memungkinkan programmer yang berpengalaman yang lebih “ahli” menyelesaikan bug sulit yang lebih penting untuk dikerjakan segera.

Proses ini disebut sebagai triaging, yaitu menentukan tingkatan prioritas berdasarkan kondisi. Setelah bug diselesaikan kemudian ada proses lain dimana pemrogram memasukkan kode untuk diterima oleh pemilik program.

Banyak pengembang perangkat lunak di Indonesia tidak mengambil kesempatan untuk terlibat pada proses dari “melihat masalah” hingga “menyelesaikan masalah” dalam perangkat lunak sumber terbuka, padahal terlibat berarti mengasah kemampuan.

John berpendapat bahwa hal ini dikarenakan kepercayaan diri yang rendah saat harus berkomunikasi dan berdiskusi mengenai kode yang mereka buat menggunakan bahasa Inggris di GitHub dengan programmer dari negara lain.

Pada tingkat SMA, hal ini diperburuk dengan tingkat kesabaran yang rendah.

Pada awal Besut Kode, peserta banyak yang frustasi saat kodenya tidak diterima, tugas mentor adalah meyakinkan peserta bahwa kodenya sudah baik atau tidak baik, dan menginformasikan pada peserta bahwa diterima atau tidak sudah bukan dalam kuasa mereka. Karena dalam program sumber terbuka umum terjadi saran kode untuk perbaikan tidak dilihat hingga berbulan bulan, atau langsung ditolak.

Peserta disarankan untuk mencoba lagi atau berdiskusi dengan sopan mengenai masalahnya dengan pemrogram lain. Besut Kode juga menyediakan “ruang aman” berupa repo privat dimana peserta dapat berlatih dan bersiap sebelum kode di buka secara publik.

Jadi peserta Besut Kode dilatih untuk belajar sabar, sopan, dan tidak patah semangat dalam berkontribusi.


Tags: